Mata pelajaran Ilmu Pengetahuan Sosial (IPS)
khususnya sejarah, bagi sebagian orang masih dianggap sebagai pelajaran nomor
dua atau bahkan lebih. Ini bukan sekedar asumsi semata. Tapi berdasarkan fakta
yang ada bahwa memang sebagian besar pelajar lebih menyukai atau terpaksa
menyukai pelajaran eksak daripada pelajaran-pelajaran sosial. Hal ini memang
tidak terlepas dari sistem kurikulum pendidikan kita di Indonesia saat ini -yang
merupakan warisan dari sistem kurikulum pendidikan sebelumnya- lebih
mengunggulkan mata pelajaran yang berbau eksak daripada yang berbau sosial atau
juga bahasa. Bagi siswa-siswa yang duduk di bangku Sekolah Lanjut Tingkat Atas (SLTA)
baik yang berbentuk Sekolah Menengah Umum (SMU) atau Madrasah Aliyah (MA),
lebih terdorong untuk masuk di program IPA (Ilmu Pengetahuan Alam) daripada
masuk di program IPS ataupun Bahasa. Banyak alasan para siswa untuk memilih
program IPA dibanding dengan IPS atau Bahasa. Diantaranya adalah bahwa program
IPA/ eksak dianggap lebih luas jangkauanya untuk melanjutkan, ilmunya lebih
mendalam, lebih mudah untuk mendapatkan pekerjaan, secara prestise bagi yang di
program IPA lebih pandai daripada yang di program IPA atau Bahasa.
Semua hal diatas telah berlangsung sejak lama,
bahkan para orang tualah yang kadang-kadang memaksa/ mendorong anaknya untuk
masuk di program IPA padahal sejatinya sang anak kurang memiliki kemampuan
dalam program IPA. Tapi karena sistem yang ada seperti itu memaksa anak untuk
turut pada orang tua. Pendiskreditan program IPS daripada prgram IPA ini memang
sudah salah kaprah dan tidak mendasar. Bahkan oleh para ahli pendidikan
dianggap sebagai bentuk ketidaknormalan. Karena sejatinya bahwa dalam
masing-masing program tersebut memiliki kelebihan dan juga kekurangan. Yang
mustinya dilakukan adalah menempatkan anak pada tempatnya sesuai dengan minat
dan kemampuanya. Bila anak lebih cenderung pada program IPA maka ditempatkan di
program IPA, bila anak cenderung pada IPS maka anak ditempatkan di program IPS,
begitu juga di program Bahasa. Sehingga nantinya anak akan benar-benar berhasil
dalam menempuh studinya dengan minat dan kemmapuanya. Disamping itu juga harus
diluruskan opini bahwa pendidikan IPS dan Bahasa itu tidak penting, padahal ari
kedua bidang ilmu inilah sejatinya kehidupan manusia di dunia ini bisa berjalan
dengan sebaik-baiknya dalam penyeimbangan antara kemmapuan eksak dan sosial.
Jujur diakui atau tidak bahwa ilmu sosial dan
bahasalah yang lebih berperan dalam kehidupan sosial manusia, sementara dalam
ilmu eksak ada kecenderungan lebih ke arah individual meskipun hal ini memang
tidak bisa digeneralisasi. Tapi dari fakta yang ada kita bisa melihat bahwa
bisang IPS memang lebih dominan dalam kehidupan manusia. Katakanlah sebagai
contoh adalah ilmu politik, geografi, demografi, ekonomi, antropologi dan juga
sejarah lebih banyak berperan dalam kehidupan manusia. Begitu juga dengan
Bahasa memegang peranan yang sangat besar dlam hubungan antar bangsa yang
tentunya juga berdampak sosial yang besar. Dari sebegitu banyak manfaat ilmu
bidang IPS ini tentunya sangat tidak adil bila kita masih mendiskreditkan
bidang IPS dibanding dengan IPA. Pendiskreditan terhadap ilmu IPS yang
didalamnya ada ilmu sejarah, geografi, ekonomi, sosiologi, antropologi, memang
sudah bukan menjadi rahasia umum lagi.
Perlu diketahui juga bahwa untuk tingkat
pendidikan Sekolah Menengah Pertama (SMP), pendidikan IPS diadakan dengan model
terpadu atau menyatu dalam satu pelajaran. Sehingga dalam pembelajaran IPS dari
empat komponen pelajaran yang ada digabungkan menjadi satu paket dalam 1 mata
pelajaran. Meskipun kemudian di dalam bab-babnya juga sudah mulai dipisah-pisah
sesuai dengan mata pelajaran yang ada. Dalam pembelajaran juga pada akhirnya
dipisah-pisah setiap pelajaran. Belum ada model pembelajaran IPS yang
benar-benar terpadu yang memadukan keempat ilmu tadi dalam satu paket
pembelajaran. IPS sendiri terdiri dari pelajaran sejarah, geografi, ekonomi dan
sosiologi.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar