Dibawah ini ditunjukkan secara skematis posisi sejarah dengan
contoh konsep-konsepnya dalam hubunganya dengan ilmu-ilmu sosial yang lain
bersama contoh konsep-konsepnya yang dapat digunakan oleh sejarawan setiap
waktu jika memang relevan dengan pokok masalah yang dijaki. Ini menunjukkan
simbiosis mutualistis antara sejarah
dengan ilmu-ilmu sosial lain (Syamsudin, 2007: 304).
Adaptasi: James A Bank. Teaching Strategies for the Social
Studies: Inquiry, Valuing, and Decision-Making. Menlo Park, California:
Addison W. Publising Company
1.
Pendekatan
sosiologis
Bila pendekatan ini
digunakan dalam penggambaran tantang peristiwa masa lalu, maka didalamnya akan
terungkap segi-segi sosial dari peristiwa yanag dikaji. Kontruksi sejarah
dengan pendekatan sosiologis itu bahkan dapat pula dikatakan sebagai sejarah
sosial, karena pembahasanya mencangkup golongan sosial yang berperan, jenis
hubungan sosial, konflik berdasaran kepentingan, pelapisan sosial, peranan dan
status sosial, dan sebagainya. Secara metodologis penggunaan sosiologi dalam
kajian sejarah itu seagaimana dijelaskan oleh Weber, adalah bertujuan untuk
memahami arti subyektif dari perilaku
sosial, bukan semata-mata menyelidiki arti obyektifnya. Dari sini tampaklah
bahwa fungsionalisasi sosiologi mengarahkan pengkaji sejarah pada pencarian
arti yang dituju oleh tindakan individual berkenaan dengan peristiwa-peristiwa
kolektif, sehingga pengetahuan teoritislah yang akan mampu membimbing sejarawan
dalam menemukan motif-motif dari suatu tindakan atau faktor-faktor dari semua
peristiwa (Kartodirjo, 1982: 54). Oleh
karena itu pemahaman sejarawan dengan pendekatan tersebut lebih bersifat
subyektif.
Analisis sosiologis
dapat menarik perhatian kita pada bahan-bahan sejarah yang sampai saat ini
kebanyakan diabaikan. Mitos, cerita atau dongeng, dapat memberikan petunjuk
yang kuat tentang adanya unsur-unsur penentangan yang melawan nilai-nilai
hirarkis yang dominan. Dongeng-dongeng Sunda semacam Kabayan memperlihatkan
bagaimana adanya protes tersembunyi teraap hirarki kelas dan dominasi orang
tua. Syair jaya Pranna memberikan ungkapan yang hidup tentang ketidakpuasan
terhadap susunan kasta yang dipaksakan pada masyarakat Bali. Dengan berbagai
syarat, cerita roman modern dapat pula memberikan bahan yang berguna untuk
membuat analisis sosiologis dan sejarah tentang masyarakat Indonesia (Wertheim,
1995: 313). Dari sisi inilah sosiolodi membantu sejarah dalam analisisnya.
Terkait dengan
pendekatan sosiologi ini banyak tema-tema
yang dapat digarap oleh sejarah sosial adalah tentang
peristiwa-peristiwa sejarah. Seperti tulisan Sartono Kartodirjo Peasant Revolt
of Banten in 1888 barangkali merupakan sejarah sosial pertama yang ditulis
dalam historiografi Indonesia. Dalam tulisanya itu, Sartono sebagaimana pada
umumnya “sejarah baru” telah digunakan pendekatan-pendekatan yang memanfaatkan
teori dan konsep ilmu-ilmu sosial. Dengan penggunaan ilmu-ilmu sosial,
sejarawan mempunyai kemampuan menerangkan yang lebih jelas, sekalipun
kadang-kadang harus terikat pada modal teorutusnya. Keterikatan ini mempunyai
akibat pada rekontruksi yang tidak lengkap, sebab harus menuruti logika dan
seleksi sebuah model yang eksplisit. Akhirnya, sejarah sosial dapat mengambil
akta sosial sebagai bahan kajian. Tema seperti kemiskinan, perbanditan,
kekerasan, kriminalitas, dapat menjadi sebuah sejarah (Kuntowijoyo, 2003: 41).
2.
Pendekatan
antropologis
Titik singgung
antara sejarah dan antropologi budaya sangatlah jelas, karena keduanya
mempelajari manusia sebagai obyeknya. Bila sejarah menggambarkan kehidupan
manusia dan masyarakat pada masa lampau, maka gambaran itu mencangkup
unsur-unsur kebudayaanya, sehingga disini tampak adanya tumpang tindih antara
bidang sejarah dengan antopologi budaya. Oleh karena itu, sebagaimana halnya
sejarah dan sosiologi, perpaduan antara pandangan sinkronis dan diakronis merupakan
pendekatan yang bisa memadukan keduanya (Abdurahman, 1999: 15).
Semua metode yang
digunakan dalam historiografi suatu bangsa berusaha “mengisi” sebanyak mungkin
latar belakang setiap peristiwayang muncul dalam sumber sejarah. Dalam usaha
“mengisi” ini sejumlah metode Antropologi terutama yang bersal dari kategori
pendekatan generalisasi, mempunyai banyak manfaat. Ada beberapa metode yang
dianggap penting dalam proses historiografi, yaitu:
1.
Metode yang menjelaskan proses asimilasi
unsur-unsur asing dalam situasi kontak kebudayaan yang diterjemahkan menurut
prinsip “integrasi” dan “prinsip fungsi”
2.
Metode fungsional dalam studi masyarakat
3.
Metode fungsional dalam studi mitologi
4.
Metode genealogis didalam wawancara
dengan informan
Data yang dihasilkan oleh penyelidikan-penyelidikan
etnografi itu sebagai tambahan sumber yang perlu dieksplorasi dalam proses
historiografi (Koentjaraningrat, 1995: 266)
3.
Pendekatan politis
Bila kita membuka
kembali karya-karya sejarah konvensional, dapatlah dikatakan bahwa sejarah
adalah identik dengan politik. Alasanya karena melalui karya-karya seperti itu
lebih banyak diperoleh pengetahuan tentang jalanya sejarah yang ditentukan oleh
kejadian politik, perang, diplomasi dan tindakan tokoh-tokoh politik. Namun
apabila politik (polity) itu sendiri diartikan sebagai pola distribusi
kekuasaan, maka kajian ilmiah terhadap sejarah politik harus berarti
mempelajari hakekat dan tujuan sistem politik itu, hubungan struktural dalam
sistem tersebut, pola-pola dari perilaku individu dan kelompok yang menjelaskan
bagaimana sistem itu berfungsi, serta pekembangan hukum dan kebijakan-kebijakan
sosial yang meliputi: partai- partai politik, kelompok-kelompok kepentingan,
komunikasi dan pendaat umum, birokrasi dan administrasi (Abdurahman, 1999: 18).
Sementara itu Subject matter sejarahpun
berubah. Sejarah sosial menggantikan sejarah politik. Politik tidak menjadi
tulang punggung studi sejarah, sejarah menjadi ilmu yang multidisipliner.
Adapun sejarah politik yang membicarakan raja-raja, perang, dan pemerintahan,
kemudian berubah menjadi studi tentang kekuasaan (power) (Fernand
Braudel dalam Kuntowijoyo, 2008: 118). Untuk itulah saat ini banyak
dikembangkan khazanah ilmu sosial lain yang membantu dalam proses
historiografi, tidak lagi hanya berkutat pada sejarah politik semata.
4.
Pendekatan Geografis
Setiap peristiwa
sejarah senantiasa memiliki lingkup temporal dan spasial (ruang dan waktu);
kedua-deuanya merupakan faktor yang membatasi gejala sejarah tertentu sebagai
unit (kesatuan). Apakah itu perang, riwayat hidup, kerajaan, dan lain
sebagainya. Pertanyaan tentang dimana suatu terjadi sudah barang tentu menunjuk
kepada dimensi geografis, dan seringkali dimensi geopolitis, yaitu apabila yang
dikaji adalah proses sejarah nasional. Adapun terjalinya sejarah dan geografi
sedemikian eratnya sehingga dapat dikatakan secara kiasan bahwa suatu daerah
atau tempat mempunyai karakteristik atau ciri khas karena bekas-bekas peristiwa
sejarah yang terjadi ditempat itu, terutama monumen-monumenya (Kartodirjo,
1992: 130). Penyebaranya di suatu daerah tertentu merupakan petunjuk bahwa
daerah itu menjadi suatu kesatuan kultural di satu pihak dan di pihak lain luas
daerah pengaruhnya kekuatan tertentu, entah politik atau religius atau yang
lain lagi.
5.
Pendekatakn
psikologis
Dalam cerita sejarah
aktor senantiasa mendapat sorotan yang kuat, baik sebagai individu maupun
sebagai partisipan dalam kelompok. Aktor dalam kelompok menunjukkan kelakuan
kolektif, suatu gejala yang menjadi obek khusus studi psikologi sosial. Dalam
berbagai peristiwa sejarah kelakuakn kolektif sangat mencolok, antara laian
seperti gerakan huru hara, masa menamuk, gerakan sosial atau gerakan protes atau
gerakan revolusioner, yang kesemuanay menuntut penjelasan berdasarkan motivasi,
sikap, dan tindakan kolektif. Peranan, sikap, dan tindakan radikal membuat
situasi masak untuk meledak. Adapun keresahan terjadi apabila rakyat kehilangan
arah oleh karena kehidupan lamaa mengalami krisis (Kartodirjo, 1992: 140).
Krisis ditimbulkan
oleh perubahan nilai-nilai dan identitas pribumi atau kelompok. Krisis
identitas dapat dikembalikan kepada krisis nilai-nilai sewaktu timbul
ketidakpastian nilai dan norma hidup. Goyahnya orientasi norma dan orisntasi
nilai keduanya menimbulkan aliensi atau anomi. Suatu orientasi nilai baru
diperlukan, yaitu yang mampu memulihkan perasaan termasuk-menjadi- anggota.
Idiologi, sistem kepercayaan, teleologi, eskatologi, dan lain sebagainya,
kesemuanya dapat berfungsi memulihkan makna hidup, maka berpotensi besar untuk
digunakan memobilisasi raktyat
6.
Pendekatan ekonomis
Meskipun sejarah
politik selama dua-tiga abad terakhir dalam historiografi Barat sangat dominan,
namun sejak awal abad ini sejarah ekonomi dalam berbagai aspeknya menonjol,
lebih-lebih setelah proses modernisasi dimana-mana semakin memfokuskan
perhatian pada pembangunan ekonomi. Terutama proses industrialisasi beserta
transformasi sosial yang mengikutinya menuntut pengkajian pertumbuhan ekonomi
dari sistem produksi agraris ke sistem produksi industrial. Lagi pula ekspansi
Barat yang menimbulkan kolonialisme dan imperialisme mempunyai dampak
pertumbuhan kapitalisme dan merkantilismenya (Kartodirjo, 1992: 136).
Sepanjang sejarah
modern, yaitu sejak kurang lebih 1500 M, kekuatan-kekuatan ekonomis yang
sentripetal mengarah ke pemusatan pasar dan produksi ke Eropa Barat, suatu pola
perkembangan yang hingga Perang Dunia II masih nampak. Dari pertumbuhna sistem ekonomi global yang
kompleks itu dapat diekstrapolasikan beberapa tema penting, antara lain:
-
Proses perkembangan ekonomi dari sistem agraris ke sistem
industrial, termasuk organisasi pertanian, pola perdagangan, lembaga-lembaga
keuangan, kebijaksanaan komersial, dan pemikira (ide) ekonomi
-
Pertumbuhan akumulasi modal mencangkup peranan pertanian,
pertumbuhan penduduk, peranan perdagangan internasional
-
Proses industrialisasi beserta soal-soal perubahan sosialnya
-
Sejarah ekonomi yang berkaitan erat dengan permasalahan
ekonomi, seperti kenaikan harga, konjunktur produksi agraris, ekaspansi
perdagangan dan lain sebagainya
-
Sejarah ekonomi kuantitatif yang mencangkup antara laian Groos
National Product (GNP)
Jelaslah bahwa kompleksitas sistem ekonomi dengan
sendirinya menuntut pula pendekatan ilmu-ilmu sosial, seperti sosiologi,
antropologi, ilmu politik, dan lain sebagainya. Untuk mengkaji gejala ekonomis
di engeri yang sedang berkembang perlu pula dipergunakan ilmu bantu seperti
antropologi ekonomi, sosiologi ekonomi, ekonomi politik, ekonomi kultural dan
lain sebagainya. Kesemuanya itu dapat dicakup apabila digunakan pendekatan
sistem, dengan sendirinya diperlukan analisis yang mampu mengekstrapolasikan
komponen-komponen sistem itu beserta dimensi-dimensinya. Disinilah kemudian
sejarah berperan penting untuk turut menganalisisnya.
DAFTAR RUJUKAN
Anskermit,
F.R., 1987. Refleksi tentang Sejarah: Pendapat-pendaat Modern tentang
Filsafat Sejarah. Jakarta: Gramedia.
Abdurrahman,
Dudung. 1999. Metode Penelitian Sejarah. Ciputat: PT. Logos Wacana Ilmu
Burke,
Peter. 2003. Sejarah dan Teori Sosial (Judul asli History and Social
Theory. Terjemahan oleh Mestika Zed & Zulfami. 1993. Cornel University
Press, Ithaca, New York). Jakarta: Yayasan Obor Indonesia
Gottschalk,
Louis. 1975. Mengerti Sejarah (Judul asli Understanding History
Terjemahan Nugroho Notosusanto). Jakarta: Universitas Indonesia Press
Kartodirdjo,
Sartono. 1982. Pemikiran Perkembangan Historiografi Indonesi: Suatu
Alternatif. Jakarta: PT. Gramedia
Kartodirdjo,
Sartono. 1992. Pendekatan Ilmu Sosial dalam Metodologi Sejarah. Jakarta:
Gramedia.
Koentjaraningrat.
1995. Penggunaan Metode-metode Antropologi dalam Historiografi Indonesia.
Jakarta: Gramedia Pustaka Utama
Kuntowijoyo.
2003. Metodologi Sejarah Edisi Kedua. Yogyakarta: Tiara Wacana
Kuntowijoyo.
2008. Penjelasan Sejarah (Historical Explanation). Yogyakarta: Tiara
Wacana
Pranoto,
Suharto W. 2010. Teori dan Metodologi Sejarah. Yogyakarta: Graha Ilmu
Robinson,
James Harvey. 1965. The New History. New York: The Free Press
Suhendra,
Suparno. 1995. Pengajaran Sejarah sebagai Sarana Memperkuat Jatidiri dan
Integritas Bangsa dalam Pengajaran Sejarah. Kumpulan Makalah Simposium.
Jakarta: Ditjarahnita.
Sutiyah.
1991. Dasar-dasar IPS (IPS 4101). Buku Pegangan Kuliah FKIP – P.IPS –
Sejarah. Surakarta: Universitas Sebelas Maret
Syamsudin,
Helius. 2007. Metodologi Sejarah. Yogyakarta: Ombak
Wertheim,
W.F. 1995. Pendekatan Sosiologis dalam Historiografi Indonesia. Jakarta;
Gramedia Pustaka Utama
Tidak ada komentar:
Posting Komentar