Kepesatan ilmu-ilmu sosial lain disusul pula oleh perkembangan
kajian sejarah, terutama bagi yang terakhir ini dalam metodologinya.
Perkembangan metodologi sejarah ini erat kaitanya dengan mendekatnya antara
sejarah dengan ilmu-ilmu sosial. Sejarah tidak mentabukan penggunaan
konsep-konsep yang umum digunakan dalam beberapa ilmu sosial jika dianggap
relevan.
Selam penggunaan itu untuk kepentingan analisis sehingga menambah
kejelasan dalam eksplanasi dan atau interpretasi sejarah, maka penggunaan
ilmu-ilmu sosial itu adalah wajar. Perluasan secara horizontal (keluasan)
maupun vertikal (kedalaman) subyek sejarah yang harus dikaji dan diteliti
menuntut pula peningkatan dan penyempurnaan metodologi sejarah sehingga
menghasilkan historiografi yang bervariasi dalam segi tema-temanya. Penggunaan
konsep-konsep ilmu sosial membuat banyak pertanyaan-pertanyaan penelitian yang
bisa diajukan yang pada giliranya akan ada jawaban-jawaban yang bisa diberikan.
Penulisan sejarah tidak lagi semata-mata mengutamakan kehususan- meskipun ini
mustahil ditingalkan sama sekali- tetapi sudah tidak segan-segan menggunakan
konsep-konsep ilmu sosial lain, bahkan jika memang relevan menggunakan teori,
hipotesis atau generalisasi-generalisasi. Pada giliranya ilmu-ilmu sosial pun
menggunakan pendekatan atau metode sejarah.
Di Prancis pada,
dekade 1920-an adalah dasawarsa gerakan “Sejarah Jenis Baru”, yang dipimpin
oleh dua guru besar Universitas Strasbourg, Marc Bloch dan Lucien Febvre.
Jurnal yang mereka terbitkan adalah Annales d’histoire economique et sociele,
mengkrtik tajam sejarawan tradisional. Dimana mereka menentang dominasi sejarah
politik. Ambisi mereka adalah ingin mengganti dominasi sejarah politik dengan
sejarah yang lebih luasdan lebih mnausiawi, suatu sejarah yang berbicara
tentang semua kegiatan manusia dan kurang berminat pada penceritaan kejadian
dibanding kepad aanalisis “struktur”, sebuah isitlah yang sejak itu menjadi
favorit para sejawaran Prancis, dengan julukan mazhab Annales.
Febvre dan Bloch,
meski berbeda minat dan perhatian, sama-sama menginginkan sejarawan belajar dari
disiplin ilmu lain. Keduanya tertarik pada ilmu bahasa dan juga membaca
kajian-kajian tentang “mentalitas primitif” karya Antropologiawan Filsuf Lucien
Levy-Bruhl. Minat utama Febvre adalah geografi dan psikologi. Dia lebih
menyukai pendekatan kaum “Posibilis” (serba mungkin) ahli geografi
ternama Prancis, Vidal de la Blanche yang menitikberatkan pada dorongan
lingkungan terhadap kemampuan berbuat manusia, bukan pada hambatan yang
ditimbulkanya. Bloch tewas didepan regu tembak Jerman pada tahun 1944,
sedangkan Febvre selamat dari Perang Dunia II dan kemudian memimpin lembaga
sejarah Prancis. Tentu saja sebagai rektor Ecole des Hautes Etudes en Sciences
Sociales yang baru dibangun kembali, dia berhasil mendorong kerjasama
antardisiplin ilmu dan menempatkan sejarah pada posisi dominan diantara
ilmu-ilmu sosial. Kebijakan Febvre diteruskan oleh penggantinya Fernand
Braudel. Selain sebagai penulis buku yang disebut pantas adianggap sebagai
karya sejarah paling penting abad itu, Braudel juga mneguasai ilmu ekonomi dan
geografi, dan ia adalah seorang yang sangat yakin dengan ‘pasar bersama’
ilmuilmu sosial. Dia percaya bahwa sejarah dan sosiologi seharusnya sangat
akrab, sebab para praktisi kedua disiplin ilmu ini encoba, atau seharusnya
mencoba, mengamati, pengalaman-pengalaman manusia sebagai satu keseluruhan
(Peter Burke, 2003: 22-23).
Pendekatan antara sejarah dan ilmu-ilmu sosial ini ada hubunganya
dengan ketidakpuasan para sejarawan sendiri dengan bentuk-bentuk histotiografi
lama yang ruang cakupanya terbatas. Historiografi baru membuka ruang cakupan
yang lebih luas. Tetapi untuk itu diperlukan penyempurnaan metodologi yaitu
penggunaan konsep-konsep ilmu sosial dalam analisis-analisisnya. Sehubungan
dengan ini untuk lebih jelasnya akan dibedakan antara “sejarah lama” (The
Old History) dan “sejarah baru” (The New History) seperti dibawah
ini.
Sejarah
Lama (The Old History)
|
Sejarah
Baru (The New History)
|
Sejarah konvensional; sejarah tradisional
|
Sejarah baru; sejarah ilmiah (scientific history atau
social scisntific history); sejarah total (total history)
|
Ruang cukup terbatas
|
Ruang cukup luas: segala aspek pengalaman dan kehidupan manusia
pada masa lalu
|
Tema terbatas: sejarah politik, sejarah militer, sejarah
diplomasi, dan sejarah ekonomi lama
|
Tema luas dan beragam: sejarah politik, sejarah ekonomi baru,
sejarah sosial, sejarah agraria (sejarah petani, sejarah pedesaan), sejarah
kebudayaan, sejarah pendidikan, sejara intelektual, sejarah mentalitas atau
psikohistory, sejarah lokal, sejarah etnis (etnohistory).
|
Para pelaku sejarah terbatas pada raja-raja, orang-orang besar,
pahlawan, atau jenderal (Teori orang besar; The Great Men Theory)
|
Para pelaku sejarah luas dan beragam: segala lapisan masyarakat
(vertikal atau horizontal; top down atau bottom up)
|
Tanpa pendekatan ilmu-ilmu sosial (mono atau unidimensional)
|
Menggunakan pendakatan interdisiplin atau multidimensional
ilmu-ilmu sosial (ilmu politik, ekonomi, sosiologi, antropologi, geografi,
demografi, psikologi dll); pendekatan komparatif
|
Paparan: deskriptif-naratif
|
Paparan: analisis kritis
|
Orientasi pada peristiwa
|
Orientasi problema
|
Mazhab Annales yang berkembang di Prancis akhirnya
juga berkembang di Amerika Serikat. Yang kemudian memunculkan istilah “The
New History” yang mulai popular ketika digunakan oleh Sejarawan Amerika
James Harvey Robinson (1912: 1-12). Mazhab Annales di Prancis termasuk juga
“sejarah baru” apalagi terbit ensiklopedia La Nouvelle Histoire tahun
1978. “Sejarah baru” ini merupakan reaksi terhadap “sejarah lama” (sejarawan
konvensional, sejarah tradisional) yang telalu membatasi diri pada sejarah
politik. Sejarawan baru harus memperluas cakrawala perhatian dan pokok-pokok
kajianya dengan menggunakan “semua penemuan yang telah dibuat mengenai
kemanusiaan oleh para pakar antropologi, ekonomi, psikologi, dan sosiologi”
(Robinson, 1912: 24). Dibandingkan dengan “sejarah lama” yang konvensional
(tradisional), berdimensi tunggal (mono- atau uni-dimensional), berorientasi
pada peristiwa-peristiwa (sumber-sumber), ruang cukup terbatas dengan tema yang
terbatas pada sejarah politik (diplomasi, sejarah ekonomi model lama yang
kualitatif), dan para pelaku sejarah yang terbatas pada individu-individu
seperti raja, orang-orang besar, jenderal, atau pahlawan terkenal, dengan
pemaparan yang deskriptif-naratif tanpa menggunakan pendekatan ilmu-ilmu sosial
lainya dalam analisisnya.
“Sejarah baru” disebut juga sejarah ilmiah (scientific
history), atau karena pada umumnya lebih menekankan pada sejarah sosial
disebut sejarah ilmiah sosial (social scientific history), atau karena
ingin membahas semua dimensi kehidupan manusia pada masa lalu disebut dengan
sejarah total (total history atau integral history). Kemudian
karena berorientasi pada problema dan banyak segi sosial dikaji, “sejarah baru”
ini disebut multidimensional; dengan ruang camkup yang luas, segala aspek
pengalaman manusia dimasa lalu dikaji. Konsekuensinya tema sejarah manjadi luas
dan beragam dengan para pelaku sejarah dari berbagai lapisan masyarakat. Dalam
pemaparan, tekanan terbesar pada analisis-analisis yang kritis dengan
menggunakan pendekatan interdisiplin yaitu konsep-konsep ilmu-ilmu sosial lain
seperti sosiologi, antropologi, psikologi, ekonomi dan lain-lain. Berkenaan
dengan itu pula berkembang pendekatan komparatif (comparative approach)
yaitu dengan jalan melakukan bandingan (compare) dan pembedaan (contrast)
peristiwa-peristiwa sejarah lintas waktu dan/ atau ruang seperti umum yang
dilakukan dalam sosiologi sejarah (historical sociology) (Syamsudin, 2007:301-303).
Berkaitan dengan pendekatan interdisiplin dan/ atau
multidisiplin (multidimensional) ini, ada dua hal yang perlu dicatat:
1.
Karena umumnya “sejarah baru” ini berorientasi pada problema,
konsep-konsep yang digunakan dapat lintas disiplin. Fenomena sejarah yang
mengandung hubungan patron-client, misalnya dapat dibahas melalui disiplin ilmu
antropologi, sosiologi, dan politik.
2.
Pendekatan interdisiplin dan/atau multidisiplin
(multidimensional) dapat menghindari bentuk “visi terowongan” atau “sejarah
terowongan” (tunnel history) yang dikhawatirkan oleh Hexter meskipun
tetap menggunakan label-label sejarah tertenu sebagai tema sentral. (Syamsudin,
2007:307).
Bentuk-bentuk sejarah tematis oleh J.H. Hexter
dinamai “sejarah terowongan” karena visinya ibarat terowongan. Para sejarawan
memilih tema-tema dengan membagi-bagi masa lalu dalam serangkaian
terowongan-terowongan. Masing-masing berdiri sendiri, ditulis sejarah yang
dimulai dari masa lalu yang amat jauh sampai dengan masa sekarang dalam satu
garis linier. Karena terpisahpisah praktis tidak ada yang tahu apa yang terjadi
di terowongan-terowongan lain. Proliferasi ini menimbulkan apa yang disebut
sejarah diplomasi, sejarah politik, sejarah lembaga, sejarah gereja/ sejarah
agama, sejarah intelektual, sejarah militer, sejarah ekonomi, sejarah hukum,
sejarah administrasi, sejarah seni, psikohistori, prosopografi, sejarah
kolonial, lokal, sejarah sosial, sejarah agraria, sejarah pedesaan, sejarah
petani, sejarah sains, sejarah perempuan, sejarah kulit hitam, sejarah budaya
rakyat, sejarah etnis, sejarah dunia ketiga dan sebagainya. Alasanya ini cara
termudah untuk mempelajari masa lalu. Memang begitu luas kegiatan hidup manusia
di masa lalu sehingga terpaksa ditulis sejarah menurut tema-tema yang disukai
oleh para sejarawan. Hanya kelemahan jika menggunakan “visi terowongan” semacam
ini masing-maisng sejarawan tidak mengetahui apa yang dilakukan oleh sejarawan
lain atau karena satu tema lalu menjadi “deterministik”. Oleh sebab itu
disamping tema sentral (politik, ekonomi, sosial, atau budaya), dalam
deskripsi, narasi, atau analisis perlu menggunakan pendekatanilmu-ilmu sosial
atau menggunakan metode komparatif (Syamsudin, 2007: 174).
DAFTAR RUJUKAN
Anskermit,
F.R., 1987. Refleksi tentang Sejarah: Pendapat-pendaat Modern tentang
Filsafat Sejarah. Jakarta: Gramedia.
Abdurrahman,
Dudung. 1999. Metode Penelitian Sejarah. Ciputat: PT. Logos Wacana Ilmu
Burke,
Peter. 2003. Sejarah dan Teori Sosial (Judul asli History and Social
Theory. Terjemahan oleh Mestika Zed & Zulfami. 1993. Cornel University
Press, Ithaca, New York). Jakarta: Yayasan Obor Indonesia
Gottschalk,
Louis. 1975. Mengerti Sejarah (Judul asli Understanding History
Terjemahan Nugroho Notosusanto). Jakarta: Universitas Indonesia Press
Kartodirdjo,
Sartono. 1982. Pemikiran Perkembangan Historiografi Indonesi: Suatu
Alternatif. Jakarta: PT. Gramedia
Kartodirdjo,
Sartono. 1992. Pendekatan Ilmu Sosial dalam Metodologi Sejarah. Jakarta:
Gramedia.
Koentjaraningrat.
1995. Penggunaan Metode-metode Antropologi dalam Historiografi Indonesia.
Jakarta: Gramedia Pustaka Utama
Kuntowijoyo.
2003. Metodologi Sejarah Edisi Kedua. Yogyakarta: Tiara Wacana
Kuntowijoyo.
2008. Penjelasan Sejarah (Historical Explanation). Yogyakarta: Tiara
Wacana
Pranoto,
Suharto W. 2010. Teori dan Metodologi Sejarah. Yogyakarta: Graha Ilmu
Robinson,
James Harvey. 1965. The New History. New York: The Free Press
Suhendra,
Suparno. 1995. Pengajaran Sejarah sebagai Sarana Memperkuat Jatidiri dan
Integritas Bangsa dalam Pengajaran Sejarah. Kumpulan Makalah Simposium.
Jakarta: Ditjarahnita.
Sutiyah.
1991. Dasar-dasar IPS (IPS 4101). Buku Pegangan Kuliah FKIP – P.IPS –
Sejarah. Surakarta: Universitas Sebelas Maret
Syamsudin,
Helius. 2007. Metodologi Sejarah. Yogyakarta: Ombak
Wertheim,
W.F. 1995. Pendekatan Sosiologis dalam Historiografi Indonesia. Jakarta;
Gramedia Pustaka Utama
Tidak ada komentar:
Posting Komentar