Senin, 16 Juli 2012

Pelajaran IPS yang membosankan? atau cara mengajar yang membosankan?


Mata pelajaran Ilmu Pengetahuan Sosial (IPS) khususnya sejarah, bagi sebagian orang masih dianggap sebagai pelajaran nomor dua atau bahkan lebih. Ini bukan sekedar asumsi semata. Tapi berdasarkan fakta yang ada bahwa memang sebagian besar pelajar lebih menyukai atau terpaksa menyukai pelajaran eksak daripada pelajaran-pelajaran sosial. Hal ini memang tidak terlepas dari sistem kurikulum pendidikan kita di Indonesia saat ini -yang merupakan warisan dari sistem kurikulum pendidikan sebelumnya- lebih mengunggulkan mata pelajaran yang berbau eksak daripada yang berbau sosial atau juga bahasa. Bagi siswa-siswa yang duduk di bangku Sekolah Lanjut Tingkat Atas (SLTA) baik yang berbentuk Sekolah Menengah Umum (SMU) atau Madrasah Aliyah (MA), lebih terdorong untuk masuk di program IPA (Ilmu Pengetahuan Alam) daripada masuk di program IPS ataupun Bahasa. Banyak alasan para siswa untuk memilih program IPA dibanding dengan IPS atau Bahasa. Diantaranya adalah bahwa program IPA/ eksak dianggap lebih luas jangkauanya untuk melanjutkan, ilmunya lebih mendalam, lebih mudah untuk mendapatkan pekerjaan, secara prestise bagi yang di program IPA lebih pandai daripada yang di program IPA atau Bahasa.

Semua hal diatas telah berlangsung sejak lama, bahkan para orang tualah yang kadang-kadang memaksa/ mendorong anaknya untuk masuk di program IPA padahal sejatinya sang anak kurang memiliki kemampuan dalam program IPA. Tapi karena sistem yang ada seperti itu memaksa anak untuk turut pada orang tua. Pendiskreditan program IPS daripada prgram IPA ini memang sudah salah kaprah dan tidak mendasar. Bahkan oleh para ahli pendidikan dianggap sebagai bentuk ketidaknormalan. Karena sejatinya bahwa dalam masing-masing program tersebut memiliki kelebihan dan juga kekurangan. Yang mustinya dilakukan adalah menempatkan anak pada tempatnya sesuai dengan minat dan kemampuanya. Bila anak lebih cenderung pada program IPA maka ditempatkan di program IPA, bila anak cenderung pada IPS maka anak ditempatkan di program IPS, begitu juga di program Bahasa. Sehingga nantinya anak akan benar-benar berhasil dalam menempuh studinya dengan minat dan kemmapuanya. Disamping itu juga harus diluruskan opini bahwa pendidikan IPS dan Bahasa itu tidak penting, padahal ari kedua bidang ilmu inilah sejatinya kehidupan manusia di dunia ini bisa berjalan dengan sebaik-baiknya dalam penyeimbangan antara kemmapuan eksak dan sosial.
Jujur diakui atau tidak bahwa ilmu sosial dan bahasalah yang lebih berperan dalam kehidupan sosial manusia, sementara dalam ilmu eksak ada kecenderungan lebih ke arah individual meskipun hal ini memang tidak bisa digeneralisasi. Tapi dari fakta yang ada kita bisa melihat bahwa bisang IPS memang lebih dominan dalam kehidupan manusia. Katakanlah sebagai contoh adalah ilmu politik, geografi, demografi, ekonomi, antropologi dan juga sejarah lebih banyak berperan dalam kehidupan manusia. Begitu juga dengan Bahasa memegang peranan yang sangat besar dlam hubungan antar bangsa yang tentunya juga berdampak sosial yang besar. Dari sebegitu banyak manfaat ilmu bidang IPS ini tentunya sangat tidak adil bila kita masih mendiskreditkan bidang IPS dibanding dengan IPA. Pendiskreditan terhadap ilmu IPS yang didalamnya ada ilmu sejarah, geografi, ekonomi, sosiologi, antropologi, memang sudah bukan menjadi rahasia umum lagi.
Perlu diketahui juga bahwa untuk tingkat pendidikan Sekolah Menengah Pertama (SMP), pendidikan IPS diadakan dengan model terpadu atau menyatu dalam satu pelajaran. Sehingga dalam pembelajaran IPS dari empat komponen pelajaran yang ada digabungkan menjadi satu paket dalam 1 mata pelajaran. Meskipun kemudian di dalam bab-babnya juga sudah mulai dipisah-pisah sesuai dengan mata pelajaran yang ada. Dalam pembelajaran juga pada akhirnya dipisah-pisah setiap pelajaran. Belum ada model pembelajaran IPS yang benar-benar terpadu yang memadukan keempat ilmu tadi dalam satu paket pembelajaran. IPS sendiri terdiri dari pelajaran sejarah, geografi, ekonomi dan sosiologi.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar