Jumat, 30 November 2012

Total History: Pendekatan Ilmu Sosial dalam Historiografi


Dibawah ini ditunjukkan secara skematis posisi sejarah dengan contoh konsep-konsepnya dalam hubunganya dengan ilmu-ilmu sosial yang lain bersama contoh konsep-konsepnya yang dapat digunakan oleh sejarawan setiap waktu jika memang relevan dengan pokok masalah yang dijaki. Ini menunjukkan simbiosis mutualistis  antara sejarah dengan ilmu-ilmu sosial lain (Syamsudin, 2007: 304).


Adaptasi: James A Bank. Teaching Strategies for the Social Studies: Inquiry, Valuing, and Decision-Making. Menlo Park, California: Addison W. Publising Company

1.      Pendekatan sosiologis
Bila pendekatan ini digunakan dalam penggambaran tantang peristiwa masa lalu, maka didalamnya akan terungkap segi-segi sosial dari peristiwa yanag dikaji. Kontruksi sejarah dengan pendekatan sosiologis itu bahkan dapat pula dikatakan sebagai sejarah sosial, karena pembahasanya mencangkup golongan sosial yang berperan, jenis hubungan sosial, konflik berdasaran kepentingan, pelapisan sosial, peranan dan status sosial, dan sebagainya. Secara metodologis penggunaan sosiologi dalam kajian sejarah itu seagaimana dijelaskan oleh Weber, adalah bertujuan untuk memahami  arti subyektif dari perilaku sosial, bukan semata-mata menyelidiki arti obyektifnya. Dari sini tampaklah bahwa fungsionalisasi sosiologi mengarahkan pengkaji sejarah pada pencarian arti yang dituju oleh tindakan individual berkenaan dengan peristiwa-peristiwa kolektif, sehingga pengetahuan teoritislah yang akan mampu membimbing sejarawan dalam menemukan motif-motif dari suatu tindakan atau faktor-faktor dari semua peristiwa (Kartodirjo, 1982:  54). Oleh karena itu pemahaman sejarawan dengan pendekatan tersebut lebih bersifat subyektif.
Analisis sosiologis dapat menarik perhatian kita pada bahan-bahan sejarah yang sampai saat ini kebanyakan diabaikan. Mitos, cerita atau dongeng, dapat memberikan petunjuk yang kuat tentang adanya unsur-unsur penentangan yang melawan nilai-nilai hirarkis yang dominan. Dongeng-dongeng Sunda semacam Kabayan memperlihatkan bagaimana adanya protes tersembunyi teraap hirarki kelas dan dominasi orang tua. Syair jaya Pranna memberikan ungkapan yang hidup tentang ketidakpuasan terhadap susunan kasta yang dipaksakan pada masyarakat Bali. Dengan berbagai syarat, cerita roman modern dapat pula memberikan bahan yang berguna untuk membuat analisis sosiologis dan sejarah tentang masyarakat Indonesia (Wertheim, 1995: 313). Dari sisi inilah sosiolodi membantu sejarah dalam analisisnya.
Terkait dengan pendekatan sosiologi ini banyak tema-tema  yang dapat digarap oleh sejarah sosial adalah tentang peristiwa-peristiwa sejarah. Seperti tulisan Sartono Kartodirjo Peasant Revolt of Banten in 1888 barangkali merupakan sejarah sosial pertama yang ditulis dalam historiografi Indonesia. Dalam tulisanya itu, Sartono sebagaimana pada umumnya “sejarah baru” telah digunakan pendekatan-pendekatan yang memanfaatkan teori dan konsep ilmu-ilmu sosial. Dengan penggunaan ilmu-ilmu sosial, sejarawan mempunyai kemampuan menerangkan yang lebih jelas, sekalipun kadang-kadang harus terikat pada modal teorutusnya. Keterikatan ini mempunyai akibat pada rekontruksi yang tidak lengkap, sebab harus menuruti logika dan seleksi sebuah model yang eksplisit. Akhirnya, sejarah sosial dapat mengambil akta sosial sebagai bahan kajian. Tema seperti kemiskinan, perbanditan, kekerasan, kriminalitas, dapat menjadi sebuah sejarah (Kuntowijoyo, 2003: 41).



2.      Pendekatan antropologis
Titik singgung antara sejarah dan antropologi budaya sangatlah jelas, karena keduanya mempelajari manusia sebagai obyeknya. Bila sejarah menggambarkan kehidupan manusia dan masyarakat pada masa lampau, maka gambaran itu mencangkup unsur-unsur kebudayaanya, sehingga disini tampak adanya tumpang tindih antara bidang sejarah dengan antopologi budaya. Oleh karena itu, sebagaimana halnya sejarah dan sosiologi, perpaduan antara pandangan sinkronis dan diakronis merupakan pendekatan yang bisa memadukan keduanya (Abdurahman, 1999: 15).
Semua metode yang digunakan dalam historiografi suatu bangsa berusaha “mengisi” sebanyak mungkin latar belakang setiap peristiwayang muncul dalam sumber sejarah. Dalam usaha “mengisi” ini sejumlah metode Antropologi terutama yang bersal dari kategori pendekatan generalisasi, mempunyai banyak manfaat. Ada beberapa metode yang dianggap penting dalam proses historiografi, yaitu:
1.      Metode yang menjelaskan proses asimilasi unsur-unsur asing dalam situasi kontak kebudayaan yang diterjemahkan menurut prinsip “integrasi” dan “prinsip fungsi”
2.      Metode fungsional dalam studi masyarakat
3.      Metode fungsional dalam studi mitologi
4.      Metode genealogis didalam wawancara dengan informan
Data yang dihasilkan oleh penyelidikan-penyelidikan etnografi itu sebagai tambahan sumber yang perlu dieksplorasi dalam proses historiografi (Koentjaraningrat, 1995: 266)

3.      Pendekatan politis
Bila kita membuka kembali karya-karya sejarah konvensional, dapatlah dikatakan bahwa sejarah adalah identik dengan politik. Alasanya karena melalui karya-karya seperti itu lebih banyak diperoleh pengetahuan tentang jalanya sejarah yang ditentukan oleh kejadian politik, perang, diplomasi dan tindakan tokoh-tokoh politik. Namun apabila politik (polity) itu sendiri diartikan sebagai pola distribusi kekuasaan, maka kajian ilmiah terhadap sejarah politik harus berarti mempelajari hakekat dan tujuan sistem politik itu, hubungan struktural dalam sistem tersebut, pola-pola dari perilaku individu dan kelompok yang menjelaskan bagaimana sistem itu berfungsi, serta pekembangan hukum dan kebijakan-kebijakan sosial yang meliputi: partai- partai politik, kelompok-kelompok kepentingan, komunikasi dan pendaat umum, birokrasi dan administrasi (Abdurahman, 1999: 18).
Sementara itu Subject matter sejarahpun berubah. Sejarah sosial menggantikan sejarah politik. Politik tidak menjadi tulang punggung studi sejarah, sejarah menjadi ilmu yang multidisipliner. Adapun sejarah politik yang membicarakan raja-raja, perang, dan pemerintahan, kemudian berubah menjadi studi tentang kekuasaan (power) (Fernand Braudel dalam Kuntowijoyo, 2008: 118). Untuk itulah saat ini banyak dikembangkan khazanah ilmu sosial lain yang membantu dalam proses historiografi, tidak lagi hanya berkutat pada sejarah politik semata.

4.      Pendekatan Geografis
Setiap peristiwa sejarah senantiasa memiliki lingkup temporal dan spasial (ruang dan waktu); kedua-deuanya merupakan faktor yang membatasi gejala sejarah tertentu sebagai unit (kesatuan). Apakah itu perang, riwayat hidup, kerajaan, dan lain sebagainya. Pertanyaan tentang dimana suatu terjadi sudah barang tentu menunjuk kepada dimensi geografis, dan seringkali dimensi geopolitis, yaitu apabila yang dikaji adalah proses sejarah nasional. Adapun terjalinya sejarah dan geografi sedemikian eratnya sehingga dapat dikatakan secara kiasan bahwa suatu daerah atau tempat mempunyai karakteristik atau ciri khas karena bekas-bekas peristiwa sejarah yang terjadi ditempat itu, terutama monumen-monumenya (Kartodirjo, 1992: 130). Penyebaranya di suatu daerah tertentu merupakan petunjuk bahwa daerah itu menjadi suatu kesatuan kultural di satu pihak dan di pihak lain luas daerah pengaruhnya kekuatan tertentu, entah politik atau religius atau yang lain lagi.



5.      Pendekatakn psikologis
Dalam cerita sejarah aktor senantiasa mendapat sorotan yang kuat, baik sebagai individu maupun sebagai partisipan dalam kelompok. Aktor dalam kelompok menunjukkan kelakuan kolektif, suatu gejala yang menjadi obek khusus studi psikologi sosial. Dalam berbagai peristiwa sejarah kelakuakn kolektif sangat mencolok, antara laian seperti gerakan huru hara, masa menamuk, gerakan sosial atau gerakan protes atau gerakan revolusioner, yang kesemuanay menuntut penjelasan berdasarkan motivasi, sikap, dan tindakan kolektif. Peranan, sikap, dan tindakan radikal membuat situasi masak untuk meledak. Adapun keresahan terjadi apabila rakyat kehilangan arah oleh karena kehidupan lamaa mengalami krisis (Kartodirjo, 1992: 140).
Krisis ditimbulkan oleh perubahan nilai-nilai dan identitas pribumi atau kelompok. Krisis identitas dapat dikembalikan kepada krisis nilai-nilai sewaktu timbul ketidakpastian nilai dan norma hidup. Goyahnya orientasi norma dan orisntasi nilai keduanya menimbulkan aliensi atau anomi. Suatu orientasi nilai baru diperlukan, yaitu yang mampu memulihkan perasaan termasuk-menjadi- anggota. Idiologi, sistem kepercayaan, teleologi, eskatologi, dan lain sebagainya, kesemuanya dapat berfungsi memulihkan makna hidup, maka berpotensi besar untuk digunakan memobilisasi raktyat

6.      Pendekatan ekonomis
Meskipun sejarah politik selama dua-tiga abad terakhir dalam historiografi Barat sangat dominan, namun sejak awal abad ini sejarah ekonomi dalam berbagai aspeknya menonjol, lebih-lebih setelah proses modernisasi dimana-mana semakin memfokuskan perhatian pada pembangunan ekonomi. Terutama proses industrialisasi beserta transformasi sosial yang mengikutinya menuntut pengkajian pertumbuhan ekonomi dari sistem produksi agraris ke sistem produksi industrial. Lagi pula ekspansi Barat yang menimbulkan kolonialisme dan imperialisme mempunyai dampak pertumbuhan kapitalisme dan merkantilismenya (Kartodirjo, 1992: 136).
Sepanjang sejarah modern, yaitu sejak kurang lebih 1500 M, kekuatan-kekuatan ekonomis yang sentripetal mengarah ke pemusatan pasar dan produksi ke Eropa Barat, suatu pola perkembangan yang hingga Perang Dunia II masih nampak.  Dari pertumbuhna sistem ekonomi global yang kompleks itu dapat diekstrapolasikan beberapa tema penting, antara lain:
-          Proses perkembangan ekonomi dari sistem agraris ke sistem industrial, termasuk organisasi pertanian, pola perdagangan, lembaga-lembaga keuangan, kebijaksanaan komersial, dan pemikira (ide) ekonomi
-          Pertumbuhan akumulasi modal mencangkup peranan pertanian, pertumbuhan penduduk, peranan perdagangan internasional
-          Proses industrialisasi beserta soal-soal perubahan sosialnya
-          Sejarah ekonomi yang berkaitan erat dengan permasalahan ekonomi, seperti kenaikan harga, konjunktur produksi agraris, ekaspansi perdagangan dan lain sebagainya
-          Sejarah ekonomi kuantitatif yang mencangkup antara laian Groos National Product (GNP)
Jelaslah bahwa kompleksitas sistem ekonomi dengan sendirinya menuntut pula pendekatan ilmu-ilmu sosial, seperti sosiologi, antropologi, ilmu politik, dan lain sebagainya. Untuk mengkaji gejala ekonomis di engeri yang sedang berkembang perlu pula dipergunakan ilmu bantu seperti antropologi ekonomi, sosiologi ekonomi, ekonomi politik, ekonomi kultural dan lain sebagainya. Kesemuanya itu dapat dicakup apabila digunakan pendekatan sistem, dengan sendirinya diperlukan analisis yang mampu mengekstrapolasikan komponen-komponen sistem itu beserta dimensi-dimensinya. Disinilah kemudian sejarah berperan penting untuk turut menganalisisnya. 

DAFTAR RUJUKAN

Anskermit, F.R., 1987. Refleksi tentang Sejarah: Pendapat-pendaat Modern tentang Filsafat Sejarah. Jakarta: Gramedia.
Abdurrahman, Dudung. 1999. Metode Penelitian Sejarah. Ciputat: PT. Logos Wacana Ilmu
Burke, Peter. 2003. Sejarah dan Teori Sosial (Judul asli History and Social Theory. Terjemahan oleh Mestika Zed & Zulfami. 1993. Cornel University Press, Ithaca, New York). Jakarta: Yayasan Obor Indonesia
Gottschalk, Louis. 1975. Mengerti Sejarah (Judul asli Understanding History Terjemahan Nugroho Notosusanto). Jakarta: Universitas Indonesia Press
Kartodirdjo, Sartono. 1982. Pemikiran Perkembangan Historiografi Indonesi: Suatu Alternatif. Jakarta: PT. Gramedia
Kartodirdjo, Sartono. 1992. Pendekatan Ilmu Sosial dalam Metodologi Sejarah. Jakarta: Gramedia. 
Koentjaraningrat. 1995. Penggunaan Metode-metode Antropologi dalam Historiografi Indonesia. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama
Kuntowijoyo. 2003. Metodologi Sejarah Edisi Kedua. Yogyakarta: Tiara Wacana
Kuntowijoyo. 2008. Penjelasan Sejarah (Historical Explanation). Yogyakarta: Tiara Wacana
Pranoto, Suharto W. 2010. Teori dan Metodologi Sejarah. Yogyakarta: Graha Ilmu
Robinson, James Harvey. 1965. The New History. New York: The Free Press
Suhendra, Suparno. 1995. Pengajaran Sejarah sebagai Sarana Memperkuat Jatidiri dan Integritas Bangsa dalam Pengajaran Sejarah. Kumpulan Makalah Simposium. Jakarta: Ditjarahnita.
Sutiyah. 1991. Dasar-dasar IPS (IPS 4101). Buku Pegangan Kuliah FKIP – P.IPS – Sejarah. Surakarta: Universitas Sebelas Maret
Syamsudin, Helius. 2007. Metodologi Sejarah. Yogyakarta: Ombak
Wertheim, W.F. 1995. Pendekatan Sosiologis dalam Historiografi Indonesia. Jakarta; Gramedia Pustaka Utama

Tidak ada komentar:

Posting Komentar