Kamis, 10 Januari 2013

Total History: Sejarah Lama dan Sejarah Baru


Kepesatan ilmu-ilmu sosial lain disusul pula oleh perkembangan kajian sejarah, terutama bagi yang terakhir ini dalam metodologinya. Perkembangan metodologi sejarah ini erat kaitanya dengan mendekatnya antara sejarah dengan ilmu-ilmu sosial. Sejarah tidak mentabukan penggunaan konsep-konsep yang umum digunakan dalam beberapa ilmu sosial jika dianggap relevan.
Selam penggunaan itu untuk kepentingan analisis sehingga menambah kejelasan dalam eksplanasi dan atau interpretasi sejarah, maka penggunaan ilmu-ilmu sosial itu adalah wajar. Perluasan secara horizontal (keluasan) maupun vertikal (kedalaman) subyek sejarah yang harus dikaji dan diteliti menuntut pula peningkatan dan penyempurnaan metodologi sejarah sehingga menghasilkan historiografi yang bervariasi dalam segi tema-temanya. Penggunaan konsep-konsep ilmu sosial membuat banyak pertanyaan-pertanyaan penelitian yang bisa diajukan yang pada giliranya akan ada jawaban-jawaban yang bisa diberikan. Penulisan sejarah tidak lagi semata-mata mengutamakan kehususan- meskipun ini mustahil ditingalkan sama sekali- tetapi sudah tidak segan-segan menggunakan konsep-konsep ilmu sosial lain, bahkan jika memang relevan menggunakan teori, hipotesis atau generalisasi-generalisasi. Pada giliranya ilmu-ilmu sosial pun menggunakan pendekatan atau metode sejarah.
Di Prancis pada, dekade 1920-an adalah dasawarsa gerakan “Sejarah Jenis Baru”, yang dipimpin oleh dua guru besar Universitas Strasbourg, Marc Bloch dan Lucien Febvre. Jurnal yang mereka terbitkan adalah Annales d’histoire economique et sociele, mengkrtik tajam sejarawan tradisional. Dimana mereka menentang dominasi sejarah politik. Ambisi mereka adalah ingin mengganti dominasi sejarah politik dengan sejarah yang lebih luasdan lebih mnausiawi, suatu sejarah yang berbicara tentang semua kegiatan manusia dan kurang berminat pada penceritaan kejadian dibanding kepad aanalisis “struktur”, sebuah isitlah yang sejak itu menjadi favorit para sejawaran Prancis, dengan julukan mazhab Annales.
Febvre dan Bloch, meski berbeda minat dan perhatian, sama-sama menginginkan sejarawan belajar dari disiplin ilmu lain. Keduanya tertarik pada ilmu bahasa dan juga membaca kajian-kajian tentang “mentalitas primitif” karya Antropologiawan Filsuf Lucien Levy-Bruhl. Minat utama Febvre adalah geografi dan psikologi. Dia lebih menyukai pendekatan kaum “Posibilis” (serba mungkin) ahli geografi ternama Prancis, Vidal de la Blanche yang menitikberatkan pada dorongan lingkungan terhadap kemampuan berbuat manusia, bukan pada hambatan yang ditimbulkanya. Bloch tewas didepan regu tembak Jerman pada tahun 1944, sedangkan Febvre selamat dari Perang Dunia II dan kemudian memimpin lembaga sejarah Prancis. Tentu saja sebagai rektor Ecole des Hautes Etudes en Sciences Sociales yang baru dibangun kembali, dia berhasil mendorong kerjasama antardisiplin ilmu dan menempatkan sejarah pada posisi dominan diantara ilmu-ilmu sosial. Kebijakan Febvre diteruskan oleh penggantinya Fernand Braudel. Selain sebagai penulis buku yang disebut pantas adianggap sebagai karya sejarah paling penting abad itu, Braudel juga mneguasai ilmu ekonomi dan geografi, dan ia adalah seorang yang sangat yakin dengan ‘pasar bersama’ ilmuilmu sosial. Dia percaya bahwa sejarah dan sosiologi seharusnya sangat akrab, sebab para praktisi kedua disiplin ilmu ini encoba, atau seharusnya mencoba, mengamati, pengalaman-pengalaman manusia sebagai satu keseluruhan (Peter Burke, 2003: 22-23).
Pendekatan antara sejarah dan ilmu-ilmu sosial ini ada hubunganya dengan ketidakpuasan para sejarawan sendiri dengan bentuk-bentuk histotiografi lama yang ruang cakupanya terbatas. Historiografi baru membuka ruang cakupan yang lebih luas. Tetapi untuk itu diperlukan penyempurnaan metodologi yaitu penggunaan konsep-konsep ilmu sosial dalam analisis-analisisnya. Sehubungan dengan ini untuk lebih jelasnya akan dibedakan antara “sejarah lama” (The Old History) dan “sejarah baru” (The New History) seperti dibawah ini.
Sejarah Lama (The Old History)
Sejarah Baru (The New History)
Sejarah konvensional; sejarah tradisional
Sejarah baru; sejarah ilmiah (scientific history atau social scisntific history); sejarah total (total history)
Ruang cukup terbatas
Ruang cukup luas: segala aspek pengalaman dan kehidupan manusia pada masa lalu
Tema terbatas: sejarah politik, sejarah militer, sejarah diplomasi, dan sejarah ekonomi lama
Tema luas dan beragam: sejarah politik, sejarah ekonomi baru, sejarah sosial, sejarah agraria (sejarah petani, sejarah pedesaan), sejarah kebudayaan, sejarah pendidikan, sejara intelektual, sejarah mentalitas atau psikohistory, sejarah lokal, sejarah etnis (etnohistory).
Para pelaku sejarah terbatas pada raja-raja, orang-orang besar, pahlawan, atau jenderal (Teori orang besar; The Great Men Theory)
Para pelaku sejarah luas dan beragam: segala lapisan masyarakat (vertikal atau horizontal; top down atau bottom up)
Tanpa pendekatan ilmu-ilmu sosial (mono atau unidimensional)
Menggunakan pendakatan interdisiplin atau multidimensional ilmu-ilmu sosial (ilmu politik, ekonomi, sosiologi, antropologi, geografi, demografi, psikologi dll); pendekatan komparatif
Paparan: deskriptif-naratif
Paparan: analisis kritis
Orientasi pada peristiwa
Orientasi problema

Mazhab Annales yang berkembang di Prancis akhirnya juga berkembang di Amerika Serikat. Yang kemudian memunculkan istilah “The New History” yang mulai popular ketika digunakan oleh Sejarawan Amerika James Harvey Robinson (1912: 1-12). Mazhab Annales di Prancis termasuk juga “sejarah baru” apalagi terbit ensiklopedia La Nouvelle Histoire tahun 1978. “Sejarah baru” ini merupakan reaksi terhadap “sejarah lama” (sejarawan konvensional, sejarah tradisional) yang telalu membatasi diri pada sejarah politik. Sejarawan baru harus memperluas cakrawala perhatian dan pokok-pokok kajianya dengan menggunakan “semua penemuan yang telah dibuat mengenai kemanusiaan oleh para pakar antropologi, ekonomi, psikologi, dan sosiologi” (Robinson, 1912: 24). Dibandingkan dengan “sejarah lama” yang konvensional (tradisional), berdimensi tunggal (mono- atau uni-dimensional), berorientasi pada peristiwa-peristiwa (sumber-sumber), ruang cukup terbatas dengan tema yang terbatas pada sejarah politik (diplomasi, sejarah ekonomi model lama yang kualitatif), dan para pelaku sejarah yang terbatas pada individu-individu seperti raja, orang-orang besar, jenderal, atau pahlawan terkenal, dengan pemaparan yang deskriptif-naratif tanpa menggunakan pendekatan ilmu-ilmu sosial lainya dalam analisisnya.
“Sejarah baru” disebut juga sejarah ilmiah (scientific history), atau karena pada umumnya lebih menekankan pada sejarah sosial disebut sejarah ilmiah sosial (social scientific history), atau karena ingin membahas semua dimensi kehidupan manusia pada masa lalu disebut dengan sejarah total (total history atau integral history). Kemudian karena berorientasi pada problema dan banyak segi sosial dikaji, “sejarah baru” ini disebut multidimensional; dengan ruang camkup yang luas, segala aspek pengalaman manusia dimasa lalu dikaji. Konsekuensinya tema sejarah manjadi luas dan beragam dengan para pelaku sejarah dari berbagai lapisan masyarakat. Dalam pemaparan, tekanan terbesar pada analisis-analisis yang kritis dengan menggunakan pendekatan interdisiplin yaitu konsep-konsep ilmu-ilmu sosial lain seperti sosiologi, antropologi, psikologi, ekonomi dan lain-lain. Berkenaan dengan itu pula berkembang pendekatan komparatif (comparative approach) yaitu dengan jalan melakukan bandingan (compare) dan pembedaan (contrast) peristiwa-peristiwa sejarah lintas waktu dan/ atau ruang seperti umum yang dilakukan dalam sosiologi sejarah (historical sociology) (Syamsudin, 2007:301-303).
Berkaitan dengan pendekatan interdisiplin dan/ atau multidisiplin (multidimensional) ini, ada dua hal yang perlu dicatat:
1.      Karena umumnya “sejarah baru” ini berorientasi pada problema, konsep-konsep yang digunakan dapat lintas disiplin. Fenomena sejarah yang mengandung hubungan patron-client, misalnya dapat dibahas melalui disiplin ilmu antropologi, sosiologi, dan politik.
2.      Pendekatan interdisiplin dan/atau multidisiplin (multidimensional) dapat menghindari bentuk “visi terowongan” atau “sejarah terowongan” (tunnel history) yang dikhawatirkan oleh Hexter meskipun tetap menggunakan label-label sejarah tertenu sebagai tema sentral. (Syamsudin, 2007:307).
Bentuk-bentuk sejarah tematis oleh J.H. Hexter dinamai “sejarah terowongan” karena visinya ibarat terowongan. Para sejarawan memilih tema-tema dengan membagi-bagi masa lalu dalam serangkaian terowongan-terowongan. Masing-masing berdiri sendiri, ditulis sejarah yang dimulai dari masa lalu yang amat jauh sampai dengan masa sekarang dalam satu garis linier. Karena terpisahpisah praktis tidak ada yang tahu apa yang terjadi di terowongan-terowongan lain. Proliferasi ini menimbulkan apa yang disebut sejarah diplomasi, sejarah politik, sejarah lembaga, sejarah gereja/ sejarah agama, sejarah intelektual, sejarah militer, sejarah ekonomi, sejarah hukum, sejarah administrasi, sejarah seni, psikohistori, prosopografi, sejarah kolonial, lokal, sejarah sosial, sejarah agraria, sejarah pedesaan, sejarah petani, sejarah sains, sejarah perempuan, sejarah kulit hitam, sejarah budaya rakyat, sejarah etnis, sejarah dunia ketiga dan sebagainya. Alasanya ini cara termudah untuk mempelajari masa lalu. Memang begitu luas kegiatan hidup manusia di masa lalu sehingga terpaksa ditulis sejarah menurut tema-tema yang disukai oleh para sejarawan. Hanya kelemahan jika menggunakan “visi terowongan” semacam ini masing-maisng sejarawan tidak mengetahui apa yang dilakukan oleh sejarawan lain atau karena satu tema lalu menjadi “deterministik”. Oleh sebab itu disamping tema sentral (politik, ekonomi, sosial, atau budaya), dalam deskripsi, narasi, atau analisis perlu menggunakan pendekatanilmu-ilmu sosial atau menggunakan metode komparatif (Syamsudin, 2007: 174).

DAFTAR RUJUKAN

Anskermit, F.R., 1987. Refleksi tentang Sejarah: Pendapat-pendaat Modern tentang Filsafat Sejarah. Jakarta: Gramedia.
Abdurrahman, Dudung. 1999. Metode Penelitian Sejarah. Ciputat: PT. Logos Wacana Ilmu
Burke, Peter. 2003. Sejarah dan Teori Sosial (Judul asli History and Social Theory. Terjemahan oleh Mestika Zed & Zulfami. 1993. Cornel University Press, Ithaca, New York). Jakarta: Yayasan Obor Indonesia
Gottschalk, Louis. 1975. Mengerti Sejarah (Judul asli Understanding History Terjemahan Nugroho Notosusanto). Jakarta: Universitas Indonesia Press
Kartodirdjo, Sartono. 1982. Pemikiran Perkembangan Historiografi Indonesi: Suatu Alternatif. Jakarta: PT. Gramedia
Kartodirdjo, Sartono. 1992. Pendekatan Ilmu Sosial dalam Metodologi Sejarah. Jakarta: Gramedia. 
Koentjaraningrat. 1995. Penggunaan Metode-metode Antropologi dalam Historiografi Indonesia. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama
Kuntowijoyo. 2003. Metodologi Sejarah Edisi Kedua. Yogyakarta: Tiara Wacana
Kuntowijoyo. 2008. Penjelasan Sejarah (Historical Explanation). Yogyakarta: Tiara Wacana
Pranoto, Suharto W. 2010. Teori dan Metodologi Sejarah. Yogyakarta: Graha Ilmu
Robinson, James Harvey. 1965. The New History. New York: The Free Press
Suhendra, Suparno. 1995. Pengajaran Sejarah sebagai Sarana Memperkuat Jatidiri dan Integritas Bangsa dalam Pengajaran Sejarah. Kumpulan Makalah Simposium. Jakarta: Ditjarahnita.
Sutiyah. 1991. Dasar-dasar IPS (IPS 4101). Buku Pegangan Kuliah FKIP – P.IPS – Sejarah. Surakarta: Universitas Sebelas Maret
Syamsudin, Helius. 2007. Metodologi Sejarah. Yogyakarta: Ombak
Wertheim, W.F. 1995. Pendekatan Sosiologis dalam Historiografi Indonesia. Jakarta; Gramedia Pustaka Utama

Tidak ada komentar:

Posting Komentar