Senin, 04 Juni 2012

Hubungan Ekologi Lingkungan dan Sejarah


Sejarah lingkungan membicarakan saling pengaruh antara manusia dan lingkungan dalam dimensi ruang dan waktu tertentu. Kehidupan manusia mempengaruhi lingkungannya dan lingkungan yang berubah mempengaruhi kehidupan manusia secara berbeda dari masa sebelumnya. Perubahan dan mekanisme interaksi timbal balik yang terjadia antara manusia dan lingkunganya adalah obyek penelitian sejarah lingkungan. Dengan demikian perilaku manusia terhadap alam yang diungkapkan melalui kepercayaan, norma-norma, nilai-nilai yang berkaitan dengan lingkungan dan bagaimana nilai itu berubah dalam lintasan waktu adalah merupakan topik penelitian sejarah ekologi/ lingkungan (Warto, 2009: 12)

Pada pendekatan posibilis, lingkungan itu tidak dipandang sebagai pembatasan atau penyeleksi. Faktor-faktor geografis itu tidak memberi bentuk pada kebudayaan manusia- suatu gejala yang sepenuhnya historis, bahkan superorganis- tetapi hanya menerapkan batas-batas bagi bentuk yang mungkin terjadi di suatu tempat pada suatu waktu(Clifford Geertz, 1976: 2). Seperti yang dikatakan para ahli antropogeografi kepada tokoh-tokoh posibilisme, faktor-faktor geografi itu sering kali nampak memainakn peranan yang dinamis didalam perkembangan budaya manusia, bukan peranan yang pasif saja. Sebaliknya hampir semua praktek kebudayaan yang spesifik tidak dapat dengan logis dikembalikan secara langsung pada keadaan alam dari habitat suatu wilayah itu semata-mata
Pendekatan ekologis berusaha mencapai spesifikasi yang lebih tepat mengenai hubungan antara kegiatan manusia dan proses alam tertentu dengan memasukkan semua ke dalam satu sistem analisa, yakni ekosistem. Di dalam ekologi pada umumnya, ekosistem itu terdiri dari komunitas biota dan organisme-organisme yang saling berhubungan berikut dengan habitat mereka, sedangkan ukuran ruang lingkup dan keawetanya boleh jadi sangat beraneka ragam. Jadi dalam konsep ekosistem itu menekankan kesalingtergantungan yang sangat penting antara kelompok organisme yang merupakan suatu komunitas dengan keadaan alam yang bersangkutan dimana organisme-organisme itu hidup.
Setiap aksi yang berasal dari lingkungan di luar manusia akan menimbulkan suatu readaptasi dari dalam diri manusia yang disebut dengan internal environment. Suatu organisme karenanya menciptakan di dalam dirinya suatu sebab musabab modifikasi yang bersifat konstan, yang memberikan cukup keluwesan untuk beradaptasi secara berkesinambungan terhadap lingkungan hidupnya (N. Daldjoeni, 1995: 27-28). Dengan demikian dapatlah dikatakan bahwa disamping adanya pengaruh lingkungan yang sifatnya formatif, terdapat pula penyesuaian diri pada organisme. Dengan kalimat lain ada interaksi di dalam kompleks organisme lingkungan. Memang seluruh sejarah kehidupan ini tidka lain daripada suatu adaptasi yang aktif belaka. Meskipun secara teoritis dikatakan bahwa ras manusia itu produk belaka dari lingkungan, akan tetapi sebenarnya ras adalah suatu produk yang bersifat ante-historic. Harus diakui bahwa lingkungan memberikan bekasnya kepada manusia secara jasmaniah dan secara rohaniah.
Dalam perkembangan sejarah manusia ada tiga prinsip yang ada yaitu; Pertama, bahwa peradaban itu merupakan hasil dari beberapa kekuatan evolituf. Kedua, kekuatan tersebut dalam bekerjanya didorong oleh tiga faktor yaitu keturunan, lingkungan alam, dan transmisi (penerusan) kebudayaan. Ketiga, masing-masing faktor tadi berinteraksi dan pengatahuan mengenai hal itu merupakan syarat untuk mengerti sejarah. Jika ketiga faktor itu serba menguntungkan maka peradaban akan pesat majunya, sebaliknya jika tidak menguntungkan maka akan terjadi kemunduran(N. Daldjoeni, 1995: 35). Mengenai proses evolusi dari peradaban sendiri ada dua prinsip azasi. Pertama, perubahan pada lingkungan alam mendorong kemajuan; manusia dipaksa untuk pindah ke tempat lain yang menawarkan tantangan dan tawaran baru. Kedua, jika muncul kehidupan yang baru, ini sebenarnya tidak seratus persen baru, adaptasi terhadap tantangan baru, pasti mebutuhkan pengalaman dari mas alampau atau generasi yang terdahulu. Dalam proses tersebut sudah terselip pemadatan penduduk dan penguasaan manusia atas aneka tanaman dan binatang.
Dalam perkembanag suatu peradaban selalu ditemukan proses seleksi. Dalam hal itu bertalian eratlah kesalingtergantungan antara faktor lingkungan alam, budaya dan kepadatan penduduk. Biasanya sebagai akibat dari suatu migrasi terjadi isolasi, baik yang bersifat geografis maupun sosial. Sejarah mengenai berbagai bentuk migrasi sebagai akibat dari peperangan, penemuan teknik, transportasi baru atau ancaman lain yang memaksa suatu kelompok untuk menyingkir ke daerah lain yang lebih aman. Perencanaan sosialpun dapat memancarkan pendudukke wilayah lain, yang berbeda alamnya dan tantangan sosialnya. Jika dipelajari persebaran peradaban manusia secara geografis maka akan nyata bahwa iklim merupakan latar belakang yang penting bagi migrasi; disamping itu masih ada dua lagi, yaitu pangan dan kepadatan penduduk. Seluk beluk jasmani dan rohani manusia sebagai akibat keturunan juga banyak dipengaruhi oleh kondisi iklim. Makanan serta gizi sangat menentukan potensi intelek generasi yang bersangkutan. Akhirnya dapat disimpulkan bahwa tingkat kemajuan dan peradaban umat manusia itu ditentukan oleh tiga hal: pertama, kualitas penduduk yang tergantung pada proses seleksi dari masa lampaunya. Kedua, kondisi geografis sejauh mempunyai relasi dengan tiap tahap perkembangan peradaban. Ketiga, kesehatan serta semangat manusia di dalam mengembangkan serta melatih kapasitas rohani dari kemajuan budayanya (N. Daldjoeni, 1995: 35-36).
Apabila kita hendak menyederhanakan yang menyangkut masalah ekologis dari komunitas manusia, dapat  dikatakan adalah hasil dari sekurang-kurangnya tujuh faktor yang saling berinteraksi, yaitu; (1) kependudukan, (2) daerah/tempat tinggal manusia menjalani ekhidupan, (3) artifak-artifak yang mereka miliki/ hasilkan (kebudayaan teknologis), (4) kebudayaan rohaniah (adat istiadat dan kepercayaan), (5) bahan-bahan keperluan hidup yang tersedia untuk melanjutkan kehidupan, (6) bagaimana sumber daya alam diperlakukan, (7) bagaimana pembagian kerja dalam masyarakat berfungsi (diperlakukan) (A.Mattulada, 1994: 14). Ekologi manusia diarahkan pada pengkajian terhadap manusia didalam hubunganya dengan kondisi lingkungan, cuaca, air, lahan, sumber daya alam, atmosfir dan terhadap tetumbuhan dan jenis-jenis hewan, juga dalam interaksinya dengan masyarakat dan kebudayaan terntentu diatas planet bumi ini.
Ekologi tetumbuhn dan hewan mulai dikembangkan sebagai dua disiplin yang terpisah dalam tahun 1870-an. Sedangkan human ecology (ekologi manusia) hanya sedikit dilakukan secara sistematik. Baru sekitar tahun 1920, Robert E. Park, profesor sosiologi Universitas Chicago, menaruh perhatian besar dalam implikasi dari ekologi tetumbuhan dan hewan dalam pengkajianya terhadap komunitas manusia terutama yang hidup di kota-kota. Park menggunakan lebih berat konsep para ahli ekologi tumbuhan dan hewan dalam formulasinya dalam ekologi manusia. Dalam tahun 1920-an, park dengan para mahasiswanya dalam sosiologi mengembangkan apa yang kita kenal dengan “The Chicago School of Human Ecology”(A.Mattulada, 1994: 16).
Lingkungan manusia didefinisikan sebagai segala sesuatu yang berada di sekeliling manusia yang berpengaruh kepada kehidupan manusia itu sendiri. Menurut Rambo (dalam Johan Iskandar, 2001: 8), faktor-faktor sistem biofisik atau ekosistem di sekitar manusia sangat beragam tergantung pada dimana manusia tinggal, termasuk didalamnya iklim, udara, air, tanah, tanaman, dan binatang. Jadi kehidupan manusia sehari-hari tidak pernah lepas dari lingkunganya. Dalam kehidupan manusia senantiasa terjadi interaksi timbal balik sistem sosial yang dipengaruhi latar belakang budaya dan sistem biofisik atau ekosistem. Hubungan timbal balik yang erat antara dua subsistem itu dapat berjalan dengan baik dan teratur karena adanya arus energi, materi, dan informasi, misalnya energi yang diperlukan untuk melakukan kerja.
Dapat disimpulkan bahwa aspek latar belakang sosial ekonomi budaya manusia dalam memperlakukan lingkungan alam sekitarnya. Dengan kata lain, manusia dianggap sebagai pengontrol ekosistemnya. Sebaliknya, karena pengaruh lingkungan biofisik sekitarnya, manusia harus melakukan penyesuaian diri terhadap sifat lingkungan sekitarnya untuk menjaga kelangsungan hidupnya. Hubungan sistem sosial dan biofisik tersebut sangat dinamis setiap waktu. Inilah yang mempengaruhi jalanya suatu peristiwa sejarah dalam ruang dan waktu.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar