Perjuangan
Mataram dalam melawan pemberontakan di berbagai daerahnya sendiri dan kekuatan
Belanda di Batavia serta berbagai tempat di Jawa secara insidental, tidak dapat
dilepaskan dari irama permusiman di darat dan pergantian arus laut di laut
Jawa. Musim-musim di darat mempengaruhi kesibukan ekonomi pertanian penduduk,
jalanya pemerintahan kerajaan serta jadwal peperangan antar daerah. Adapun
arus-arus di lautan mempengaruhi berlangsungnya kegiatan perikanan, pelayaran,
transportasi dan ekspor aneka bahan serta gerak angkatan laut. Disamping itu
semua, peranan angkatan laut besar.
Sehubungan
hal-hal disebutkan diatas maka strategi Sutan Agung sebenarnya cukup pelik dan
erat, karena harus selalu memperhitungkan kerumitan faktor alam yang
seakan-akan ikut mengatur. Perlu dilihat kemungkinan kerjasama antara fungsi
iklim dan relief daerah yang dapat menguntungkan atau merugikan strategi.
Disamping itu tenaga manusia untuk bertani dan untuk bertempur harus ditinjau
keseimbanganya pula di sepanjang tahun.
Dari
buku tulisan Fruin-Mess (dalam N.Daldjoeni, 1992: 174) tentang sejarah Tanah
Jawa dapat disimpulkan bahwa selama pemerintahan Sultan Agung setiap musim atau
mangsa Jawa mengandung semacam jadwal kegiatan demikian. Pada mangsa rendheng/ hujan (Desemner-Maret) tidak
diadakan perang karena pertanian padi masih diusahakan. Pada mangsa mareng (April-Juli) terjadi pengumpulan
bahan panen khususnya padi yang dituai sekitar bulan April-Mei. Peneriman
tamu-tamu dari luar negeri, dalam hal ini utusan VOC (Van Zuerck, Maseyck, dan
De Haan) juga terjadi pada musim tersebut yang makmur itu. Dalam mangsa ketiga/ kemarau (Juli-Septemer)
dilakukan serbuan-serbuan ke daerah yang memberontak. Adapun dalam mangsa labuh (Oktober-November) peperangan
dihentikan untuk mengatur pemerintahan daerah, melangsungkan kegiatan rutin
pertanian atau pemboyongan penduduk dalam rangka menghukumnya.
Mengenai kondisi lautan perlu dipahami terlebih dahulu
bahwa angin musim barat yang mendatangkan musim penghujan dan arus timur yaitu
arus laut yang bergerak dari Malaka ke Maluku. Sebaliknya angin musim timur
membawa musim kemarau dan arus barat yakni arus laut dari Maluku kemali ke
Malaka. Arus-arus laut tersebut paling kuat geraknya pada bulan Desemer-Januari
(arus timur) dan pada bulan Juli-Agustus (arus barat), sedang dalam musim-musim
pancaroba, yang terjadi pada sekitar bulan Mei-Oktober, keadaan angin dan arus
dapat berubah-ubah arahnya (N.Daldjoeni, 1992: 174).
Tidak ada komentar:
Posting Komentar